A.
Sejarah Pribadi Harry Stack Sullivan
Harry Stack Sullivan lahir di sebuah kota
peternakan di Norwich, New york pada Februari 21, 1982, satu-satunya anak yang
hidup dari sebuah keluarga Irlandia Katolik miskin. Ibunya, Ella Stack
Sullivan, berumur 32 tahun ketika menikahi Timothi Sullivan dan berumur 39
ketika Harry lahir. Dia telah melahirkan dua putra lainnya, tidak satupun yang
hidup melampaui umur setahun. Sebagai akibatnya, dia memanjakan dan menjaga
anak satu-satunya, yang mana keselamatannya dianggap sebagai kesempatan
terakhir dari keibuannya. Ayah Harry, Timothy Sullivan, adalah seorang pria
yang pemalu, suka menyendiri, pendiam yang tidak pernah membangun hubungan
dekat dengan anaknya hingga setelah istrinya meninggal dan Sullivan menjadi
dokter terkenal. Timothy Sullivan sudah menjadi pekerja peternakan dan pabrik
yang tinggal bersama peternakan keluarga istrinya diluar desa Smyrna, 10 mil
dari Norwich sebelum ulang tahun ketiga Harry. Pada waktu yang sama, Ella Stack
Sullivan secara misterius tidak ada di rumah, dan Sullivan dipelihara oleh
nenek dari ibunya, yang aksen Gaelicnya tidak bisa dimengerti oleh anak
tersebut. Setelah berpisah lebih dari setahun, ibunya Harry - yang kemungkinan
berada di rumah sakit jiwa - pulang ke rumah. Akibatnya, Sullivan kemudian
punya dua ibu yang merawatnya. Bahkan setelah neneknya meninggal, dia terus
memiliki dua ibu karena bibinya yang belum menikah kemudian tinggal bersamanya
untuk membantu tugas membesarkan anak.
Walau kedua orang tuanya berasal dari keturunan
Irlandia yang miskin, ibunya menganggap keluarga Stack lebih superior secara
sosial dibandingkan keluarga Sullivan. Sullivan menerima supremasi sosial
keluarga stack di atas keluarga Sullivan hingga ia menjadi seorang psikiater
yang mengembangkan teori interpersonal yang menekankan kesamaan diantara orang
dibandingkan perbedaannya. Dia kemudian menemukan kejelekan klaim ibunya.
Sebagai anak prasekolah, Sullivan tidak punya
teman atau kenalan seumurnya. Setelah memulai sekolah, ia tetap merasa seperti
orang luar, menjadi seorang anak Katolik Irlandia di sebuah komunitas
Protestan. Aksen Irlandianya dan otaknya yang encer membuat dia tidak populer
diantara teman sekelasnya selama dia bersekolah di Smyrna.
Ketika Sullivan berumur 8 setengah tahun, dia
membentuk hubungan yang erat dengan seorang anak berumur 13 tahun di peternakan
tetangga. Anak ini adalah Clarence Bellinger, yang hidup satu mil dari Harry di
sebuah distrik sekolah lain, tapi kini baru mulai sekolah SMA di Smyrna. Walau
kedua anak itu tidaklah sebaya, mereka memiliki banyak kesamaan secara sosial
dan intelektual. Keduanya tidak bisa bersosialisasi tapi sangat pandai;
keduanya kemudian menjadi psikiater dan keduanya tidak pernah menikah. Relasi
antara Harry dan Clarence memiliki pengaruh yang besar pada hidup Sullivan.
Relasi tersebut membangkitkan di dalamnya kekuatan intimasi, yaitu, kemampuan
untuk mencintai orang lain yang mirip dengan dirinya. Dalam teori kepribadian
Sullivan yang sudah rampung, dia menekankan kekuatan relasi intim yang sangat
terapis dan memiliki kekuatan yang hampir magis pada umur-umur preadolescent.
Kepercayaan ini bersama dengan hipotesis Sullivan lainnya, sepertinya tumbuh
dari pengalamannya pada masa kecil.
Sullivan tertarik dengan buku dan sains, tapi
tidak dengan peternakan. Walau dia adalah satu-satunya anak yang tumbuh di
peternakan yang membutuhkan banyak kerja keras, Harry bisa menghindari banyak
tugasnya dengan berpura-pura "lupa" untuk melakukannya. Taktik ini
sangat sukses karena ibu yang memanjakannya kemudian menyelesaikan tugas-tugasnya
sembari mengatakan bahwa Sullivan yang melakukannya.
Seorang murid yang pandai, Sullivan lulus dari
SMA sebagai pembicara pada saat kelulusannya di umur 16 tahun. Dia kemudian
masuk di Cornell University untuk menjadi seorang ahli fisika, walau dia juga
tertarik dengan psikiatri. Performa akademisnya di Cornell adalah sebuah
bencana, dan dia menerima suspensi setelah satu tahun. Suspensinya mungkin
tidak hanya karena kekurangan akademisnya. Dia mendapat masalah dengan hukum di
Cornell, mungkin karena penipuan surat. Dia kemungkinan menjadi kambing hitam
dari murid yang lebih tua, lebih dewasa darinya yang menggunakan dia untuk
mengambil beberapa bahan kimia yang dipesan melalui surat secara ilegal. Selama
dua tahun kedepan, Sullivan menghilang dari peredaran. Perry (1982) melaporkan
bahwa dia mungkin menderita breakdown schizophrenic pada masa ini dan harus
menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Alexander (1990) memperkirakan bahwa
Sullivan menghabiskan masa ini dibawah panduan seorang pria yang lebih dewasa darinya
yang membangunay mengatasi kepanikan seksualnya dan yang membangkitkan
ketertarikannya pada psikiatri. Apapun jawaban dari misteri kehilangan Sullivan
dari 1909 hingga 1911, pengalamannya sepertinya membuat ia lebih dewasa secara
akademis dan mungkin secara seksual.
Pada tahun 1911, Sullivan masuk di Chicago
College of Medicine and Surgery, dimana nilainya, walau hanya biasa-biasa saja,
adalah kemajuan yang besar dari yang dia dapat di Cornell. Dia menyelesaikan
studi medisnya pada tahun 1915 tapi tidak mendapat gelarnya hingga 1917.
Sullivan mengatakan bahwa penundaan ini adalah karena dia belum membayar uang
kuliahnya, tapi Perry (1982) menemukan bukti bahwa dia belum menyelesaikan
syarat akademisnya pada tahun 1915 dan juga membutuhkan sebuah internship.
Bagaimanakah Sullivan bisa mendapat gelar kedokteran kalau dia kekurangan semua
prasyaratnya? Tidak ada seorangpun biografer Sullivan yang memiliki jawaban
yang memuaskan untuk pertanyaan ini. Alexander (1990) menghipotesiskan bahwa
Sullivan, yang sudah bekerja di bidang medis selama hampir setahun, menggunakan
kemampuan persuasifnya untuk meyakinkan pihak yang berotoriter di Chicago
College of Medicine and Surgery untuk menerima pengalaman tersebut untuk
menggantikan internship. Defisiensi lainnya mungkin juga diabaikan bila
Sullivan setuju untuk mendaftar di kemiliteran. (Amerika Serikat pada saat itu
baru memasuki Perang Dunia I dan membutuhkan perwira medis).
Setelah perang, Sullivan terus melayani sebagai
perwira militer, pertama untuk Federal Board for Vocational Education dan
kemudian untuk Public Health Service. Namun periode hidupnya pada masa itu
masih membingungkan dan tidak stabil, dan dia tidak begitu menjanjikan
kehidupan dengan karier gemilang yang akan kemudian dijalaninya (Perry, 1982)
Tahun 1921, tanpa pelatihan formal di
psikiatri, dia bergabung dengan St. Elizabeth di Washington, DC, dimana dia
kenal dekat dengan William Alanson White, neuropsikiater paling terkenal di
Amerika. di St. Elizabeth, Sullivan mendapat kesempatan pertamanya untuk
bekerja dengan pasien schizophrenic dalam jumlah besar. Ketika tinggal di
Washigton, dia mulai berhubungan dengan sekolah medis di University of Maryland
dan dengan Shepard and Enoch Pratt Hospital di Towson, maryland. Pada periode
Baltimore di hidupnya, dia mempelajari Schizophrenia secara intensif, yang
memberikan dugaan-dugaan awal tentang pentingnya relasi interpersonal. Dalam
mencoba mengambil makna dari perkataan pasien schizophrenic, Sullivan
menyimpulkan bahwa penyakit mereka adlaah cara untuk menyesuaikan diri dengan
anxiety yang disebabkan lingkungan sosial dan interpersonal. Pengalamannya
sebagai dokter klinis secara perlahan berubah menjadi awal mulanya teori
psikiatri interpersonal.
Sullivan menghabiskan banyak waktu dan tenaga
di Sheppard memilih dan melatih perawat rumah sakit. Walau dia hanya sedikit
melakukan terapi, dia mengembangkan sebuah seistem diamana perawat pria non
profesional yang simpatis merawat pasien schizophrenic dengan kepedulian dan
rasa hormat yang manusiawi. Program inovaitif ini memberikan dia reputasi
sebagai penyihir klinis. Tapi, dia menjadi tidak suka dengan iklim politis di
Sheppard ketika dia tidak diangkat menjadi kepala pusat resepsi yang dia
advokasikan. Pada bulan Maret 1930, dia mengundurkan diri dari sheppard.
Pada tahun itu juga, dia pindah ke New York
City dan membuka praktik swasta, berharap untuk memperluas pengertiannya akan
relasi interpersonal dengan menyelidiki kelainan non schizophrenic, terutama
yang bersifat obsesif. (Perry, 1982). Waktu itu adalah masa sulit, dan klien
kaya yang diharapkannya tidak datang dalam jumlah yang diperlukannya untuk
menutup pengeluarannya.
Walau demikian, dengan tinggal di New York, dia
berhubungan dengan beberapa psikiater dan ilmuwan sosial dengan latar belakang
Eropa. Diantaranya adalah Karen Horney, Erich Fromm, dan Frieda Fromm Reichmann
yang, bersama dengan Sullivan membentuk Zodiac group, sebuah organisasi
informal yang bertemu secara rutin secara informal untuk membicarakan ide baru
dan lama dalam psikiatri dan ilmu sosial yang berhubungan. Sullivan, yang sudah
bertemu dengan Thompson sebelumnya, menghasutnya untuk mengunjungi Eropa untuk
mendapatkan latihan analisis dari Sandor Ferenczi, seorang murid Freud.
Sullivan belajar dari semua anggota Zodiac group, dan melalu Thompson, dan
Ferenczi, teknik terapisnya secara tidak langsung dipengaruhi oleh Freud.
Sullivan juga berterimakasih pada dua praktisi lainnya, Adolf Meyer dan William
Alanson White, untuk pengaruh mereka pada praktik terapinya. Walau memiliki pengaruh
Freudian pada teknik terapinya, teori Sullivan tentang psikiatri interpersonal
tidaklah psikoanalistis ataupun neo-Freudian.
Pada saat ia tinggal di New York, Sullivan juga
dipengaruhi beberapa ilmuwan sosial dari University of Chicago, yang merupakan
pusat dari studi sosiologikal Amerika pada tahun 1920 dan 1930an. Disana ada
psikolog sosial George Herbert Mead, sosiolog Robert Ezra Park, W.I. Thomas,
antropolog Edward Sapir, dan ilmuwan politik Harold Lasswell. Sullivan, Sapir
dan Lasswell terutama bertanggung jawab untuk mendirikan William Alanson White
Psychiatric Foundation di Washington, DC, untuk menggabungkan psikiatri dan
ilmu sosial lainnya. Sullivan kemudian menjabat sebagai presiden yayasan ini
dan juga sebagai editor jurnal yayasan tersebut, Psychiatry. Dibawah panduan
Sullivan, yayasan tersebut memulai institusi pelatihan yang dikenal sebagai
Washington School of Psychiatry. Karena aktivitas ini, Sullivan menutup
aktivitas praktik swastanya, yang lagipula tidak menguntungkan, dan pindah
kembali ke Washington, DC, diana dia secara dekat berasosiasi dengan sekolah
dan jurnal tersebut.
Pada bulan Januari 1949, Sullivan menghadiri
pertemuan World Federation for Mental Health di Amsterdam. Dalam perjalanan
kembali, pada Januari 14, 1949, dia wafat karena radang otak di kamar hotelnya
di Paris, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke 57. Sesuai dengan
karakternya, dia sedang sendiri pada saat itu.
Di sisi personalnya, Sullivan tidak nyaman
dengan seksualitasnya dan memiliki perasaan ambivalen tentang perkawinan
(Perry, 1982). Sebagai seorang dewasa, ia membawa ke rumahna seorang pria
berumur 15 tahun yang mungkin adalah seorang bekas pasiennya (Alexander, 1990).
Pria muda ini -James Inscoe- tinggal bersama Sullivan selama 22 tahun, mengurus
keuangannya, mengetik manuskrip dan mengurus rumah tangganya. Walau Sullivan
tidak pernah mengadopsi jimmie secara resmi, dia menganggapnya sebagai seorang
anak dan bahkan merubah namanya menjadi James I. Sullivan.
Sullivan juga memiliki sifat ambivalen tentang
agamanya. Terlahir kepada orang tua Katolik yang menghadiri gereja secara tidak
rutin, dia meninggalkan katolikisme pada awal hidupnya. Dalam kehidupan
berikutnya, kawan dan kenalannya menganggap dia tidak religius bahkan anti
katolik, tapi secara mengejutkan, Sullivan menulis di surat wasiatnya bahwa ia
ingin menerima penguburan secara katolik. Secara kebetulan, permintaan ini
dikabulkan walaupun tubuh Sullivan sudah dikremasi di Paris. Abunya kemudian
dikembalikan di Amerika Serikat, dimana abunya diletakkan di dalam peti dan
menerima penguburan secara Katolik, lengkap dengan misa requiem.
Kontribusi utama Sullivan ke teori kepribadian
adalah konsepsinya tentang tingkat perkembangan. Sebelum berbalik ke ide
Sullivan tentang tahap-tahap perkembangan, kita akan menjelaskan beberapa
terminologi uniknya.
Harry Stack Sullivan adalah pencipta segi pandangan baru yang
terkenal dengan nama interpersonal theory of psychiatry. Ajaran pokok
dari teori ini dalam hubungannya dengan teori kepribadian ialah bahwa
kepribadian adalah “pola relatif menetap dari situasi-situasi antarpribadi yang
berulang menjadi ciri kehidupan manusia. Kepribadian merupakan suatu entitas
hipotesis yang tidak dapat dipisahkan dari situasi-situasi antarpribadi, dan
tingkah laku antarpribadi merupakan satu-satunya segi yang dapat diamati
sebagai kepribadian. Karena itu Sullivan berpendapat bahwa sama sekali tidak
ada gunanya berbicara tentang individu sebagai objek penelitian karena individu
sama sekali tidak terpisah dari hubungannya dengan orang lain. Sejak hari
pertama kehidupan, bayi merupakan bagian dari situasi antarpribadi, dan dalam
kehidupan selanjutnya, ia tetap menjadi anggota masyarakat. Bahkan seorang
pertapa yang mengundurkan diri dari masyarakat ke dalam hutan belantara pun
tetap memiliki ingatan-ingatan tentang hubungan-hubungan pribadi dimasa lampau
yang tetap mempengaruhi pikiran dan perbuatannya.
Meskipun Sullivan tidak menyangkal pentingnya hereditas dan
pematangan dalam membentuk dan membangun organisme, namun ia berpendapat bahwa
apa yang khas manusiawi merupakan produk dari interaksi-interaksi sosial. Lagi
pula, pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dapat dan benar-benar merubah
fungsinya yang semata-mata bersifat fisiologis sehingga organisme pun
kehilangan statusnya sebagai kesatuan biologis dan menjadi organisme sosial
dengan cara-caranya sendiri yang sudah disosialisasikan dalam hal pernapasan,
pencernaan, eliminasi, sirkulasi, dan sebagainya.
Bagi Sullivan, ilmu psikiatri tak terpecahkan dengan psikologi sosial,
dan teorinya tentang kepribadian menunjukkan perhatiannya yang besar pada
konsep-konsep dan variabel-variael psikologi sosial. Sullivan menulis :
“ Ilmu umum tentang psikiatri tampak bagi saya mencakup bidang yang
sangat serupa dengan yang dipelajari oleh psikologi sosial, karena psikiatri
ilmiah harus didefinisikan sebagai studi tentang hubungan-hubungan
antarpribadi, dan hal ini akhirnya menuntut pemakaian semacam kerangka
konseptual yang sekarang kita sebut teori medan. Dari titik tolak tersebut,
kepribadian dipakai sebagai hipotesis. Hal yang dapat dipelajari adalah pola
dari proses-proses yang memberi ciri-ciri pada interaksi kepribadian-kepribadian
dalam situasi-situasi tertentu yang berulang atau medan-medan yang “mencakup”
si pengamat.” [1]
B.
Struktur Kepribadian
Sullivan
berkali-kali menegaskan bahwa kepribadian adalah suatu entitas atau kesatuan
hipotesis belaka, “suatu ilusi” yang tidak dapat diobservasi atau diteliti terlepas
dari situasi-situasi antarpribadi. Yang menjadi unit penelitian adalah situasi
antarpribadi dan bukan orangnya. Organisasi kepribadian terdiri dari
peristiwa-peristiwa antarpribadi, dan bukan peristiwa-peristiwa intrapsikis.
Kepribadian hanyya memanifestasikan dirinya ketika orang bertingkah laku dalam
hubungan dengan salah seorang atau beberapa individu lain. Orang-orang ini
tidak perlu ada; sesungguhnya mereka dapat juga merupakan tokoh khayalan atau
tokoh yang tidak ada. Seseorang dapat menjalin hubungan dengan seorang pahlawan
rakyat, seperti Paul Bunyan atau seorang tokoh fiksi, seperti Anna Karennia
atau dengan nenek moyang ataug juga keturunan yang belum lahir. “ Psikiatri
adalah penelitian tentang gejala-gejala yang terjadi dalam situasi-situasi
antarpribadi, dalam konfigurasi yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang
semuanya kecuali salah satu diantaranya bisa bersifat khayalan belaka”.
Persepsi, ingatan, pemikiran, khayalan, dan semua proses psikis lain bersifat
antarpribadi. Bahkan mimpi pada malam hari bersifat antapribadi, karena mimpi
biasanya menjelaskan hubungan-hubungan antara orang yang bermimpi dengan
orang-orang lain.
Meskipun
Sullivan mengakui bahwa kepribadian hanya berstatus hipotetis, namun ia
menegaskan bahwa kepribadian merupakan pusat dinamik dari berbagai proses yang
terjadi dalam serangkaian medan antarpribadi. Selanjutnya, ia memberikan status
penting bagi beberapa proses dengan menyebut dan menamakan mereka dan dengan
mengkonseptualisasikan beberapa sifat mereka. Proses-proses yang terpenting
adalah dinamisme, personifikasi, dan proses kognitif.
1.
Dinamisme
Dinamisme merupakan unit terkecil yang dapat dipakai dalam meneliti
individu. Dinamisme didefenisikan sebagai “Pola transformasi energi yang
relatif menetap, yang secara berulang memberi ciri kepada organisme selama
keberadaannya sebagai organisme hidup”. Transformasi energi adalah suatu bentuk
tingkah laku. Transformasi energi itu mungkin terbuka dan umum, seperti
berbicara, atau juga tersembunyi, seperti dalam fikiran atau khayalan.[2]
Menurut Sullivan, pola adalah sampul yang menutupi
perbedaan-perbedaan kecil yang tidak berarti. Ini berarti suatu ciri baru dapat
ditambahkan pada suatu pola tanpa mengubah pola itu sejauh ciri itu dapat
ditutupi, tidak nyata-nyata berbeda dengan ciri lainnya.
Dinamisme adalah pola yang spesifik dan berulang dari tingkah laku
yang menjadi ciri khas seorang. Dinamisme yang melayani kebutuhan kepuasan
organisme melibatkan bagian tubuh, yakni alat reseptor, efektor dan sistem
syaraf. Misalnya, dinamisme makan melibatkan mulut dan otot leher, dinamisme
seks melibatkan organisme genital.
Dinamisme yang menjadi pembeda antar manusia tidak berhubungan
dengan bagian tubuh, tetapi menjadi ciri khas hubungan antarpribadi. Suatu
kebiasaan bagaimana mereaksi orang lain, baik dalam bentuk perasaan, sikap,
maupun tingkah laku terbuka. Dinamisme dengki (memusuhi orang atau kelompok
orang tertentu); dinamisme nafsu (kecenderungan mencai hubungan birahi);
dinamisme ketakutan (anak yang bersembunyi dibelakang ibunya setiap menghadapi
ornag asing); dan dinamisme sistem self (diri).[3]
Sullivan yakin bahwa sistem diri merupakan produk dari aspek-aspek
irasional masyarakat. Maksudnya, anak kecil dibuat supaya merasa cemas dengan
alasan-alasan yang tidak akan ditemukan dalam suatu masyarakat yang lebih rasional;
ia terpaksa menggunakan cara-cara yang tak wajar dan tak realistik untuk
mengatasi kecemasannya. Meskipun Sullivan mengakui bahwa perkembangan sistem
diri mutlak penting untuk menghindari kecemasan dalam masyarakat modern, dan
mungkin dalam setiap bentuk masyarakat yang dapat diciptakan oleh manusia,
namun ia juga mengakui bahwa sistem diri sebagaimana kita kenal dewasa ini
merupakan “ganjalan penghalang utama bagi perubahan-perubahan yang bermanfaat
dalam kepribadian”. Mungkin dengan bergurau ia menulis, “Diri adalah isi dari
kesadaran pada setiap saat ketika orang benar-benar puas dengan perasaan harga
dirinya, prestise yang diperolehnya diantara sesamanya, serta penghargaan dan
hormat yang diberikan mereka kepadanya”.
2.
Personifikasi
Personifikasi adalah suatu gambaran yang dimiliki individu tentang
dirinya sendiri atau orang lain. Personifikasi adalah perasaan, sikap, dan
konsepsi kompleks yang timbul karena mengalami kepuasan kebutuhan atau
kecemasan. Misalnya bayi mengembangkan personifikasi tentang ibu yang baik,
karena ia menyusui dan memeliharanya. Setiap hubungan antarpribadi yang
memberikan kepuasan akan membangun suatu gambaran yang baik tentang orang yang
memberinya kepuasan. Sebaliknya personifikasi bayi tentang ibu yang buruk
adalah hasil dari pengalaman-pengalaman dengan ibunya yang menyebabkan
kecemasan. Ibu yang mencemaskan itu dipersonifikasikan sebagai ibu yang buruk.
Akhirnya kedua personifikasi tentang ibu ini beserta personifikasi lain yang
mungkin terbentuk, seperti ibu yang menggairahkan atau ibu yang terlalu
melindungi, bersama-sama membentuk suatu personifikasi yang kompleks.
Gambaran-gambaran yang ada dalam pikiran kita ini jarang merupakan
gambaran-gambaran yang tepat tentang orang-orang yang bersangkutan. Gambaran-gambaran
itu dibentuk pertama-tama untuk menghadapi orang-orang dalam situasi-situasi
antarpribadi yang agak terisolasi, tetapi sekali terbentuk maka
gambaran-gambaran itu biasanya tetap ada dan mempengatuhi sikap kita terhadap
orang-orang lain. Jadi, seseorang yang mempersonifikasikan ayahnya sebagai
pemberang dan diktaktor, mungkin memproyeksikan personifikasi yang sama ini
kepada pria-pria lain yang lebih tua, misalnya, guru, polisi, dan majikan. Maka
dari itu sesuatu yang berfungsi mereduksikan kecemasan pada awal kehidupan
mungkin mempengaruhi hubungan-hubungan antarpribadi seseorang dalam
kehidupannya kemudian. Gambaran-gambaran yang penuh dengan kecemasan ini
mengubah konsepsi-konsepsi seseorang tentang orang-orang yang penting sekarang
ini. Personifikasi-personifikasi tentang diri, seperti saya seorang yang baik
(the good-me) dan saya seorang yang buruk (the bad-me) mengikuti prinsip yang
sama seperti personifikasi tentang orang-orang lain. Personifikasi ‘saya
seorang yang baik’ disebabkan oleh pengalaman-pengalaman antarpribadi yang
menyenangkan, sedang personifikasi ‘saya seorang yang buruk’ disebabkan oleh
situasi-situasi yang membangkitkan kecemasan. Dan seperti personifikasi tentang
orang-orang lain, personifikasi-personifikasi diri ini cenderung menghalangi
evaluasi diri yang objektif.
Personifikasi-personifikasi yang dimiliki oleh sejumlah orang
disebut stereotipe. Inilah konsepsi-konsepsi yang diakui bersama, yakni
ide-ide yang diterima secara luas diantara anggota-anggota masyarakat dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Contoh dari stereotipe-stereotipe yang umum dalam
kebudayaan kita adalah profesor yang linglung, seniman yang eksentrik,
pemimping perusahaan yang keras kepala.
3.
Proses
Kognitif
Sumbangan yang unik dari Sullivan tentang kognisi atau pengetahuan
dalam hubungannya dengan kepribadian ialah klasifikasinya tentang pengalaman
kedalam tiga golongan. Pengalaman, katanya, terjadi dalam tiga cara, yakni
cara-cara prototaksis, parataksis, dan sintaksis.[4]
- Prototaksis (Prototaxis) adalah rangkaian pengalaman yang terpisah-pisah yang dialami pada
masa bayi, dimana arus kesadaran (pengindraan, bayangan dan perasaan) mengalir
kedalam jiwa tanpa pengertian “sebelum” dan “sesudah”. Semua pengetahuan bayi
adalah pengetahuan saat itu, disini dan sekarang. Semua pengalaman berdiri
sendiri-sendiri, sepotong-sepotong, tidak diintergrasikan kedalam urutan yang
logis. Elemen pengalaman protaksis – sensasi sederhana – mungkin terus dan
tetap menjadi bagian dari kehidupan mental orang dewasa, namun orang selalu
menghubungkan elemen-elemen itu menjadi kesatuan pengalaman. Pada usia dewasa,
dominasi pengalaman prototaksis hampir tidak ditemui.
- Parataksis (Parataxis). Kira-kira pada awal tahun kedua, bayi mulai mengenali
persamaan-persamaan dan perbedaan peristiwa-peristiwa, disebut pengalaman
parataksis atau pengalaman asosiasi. Pada tahap ini, bayi mengembangkan cara
berfikir melihat hubungan sebab akibat, asosiasional peristiwa yang terjadi
pada saat yang bersamaan atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai detail yang
sama, tetapi hubungan itu tidak harus logis. Misalnya, bayi yang diberi makan
saus apel memakai sendok yang terlalu panas (karena disiram air panas) sehingga
lidahnya menjadi sakit. Bayi itu menolak makan bukan karena rasa saus apel tetapi
karena sendoknya panas. Parataksis ini dialami dan difikirkan, sehingga sering
dilakukan orang dewasa. Misalnya, orang yang masuk ke ruangan yang ada banyak
orang didalamnya yang sedang berbicara. Orang-orang itu tiba-tiba berhenti
berbicara sesudah melihatnya, ini menimbulkan perasaaan bahwa mereka
membicarakan dirinya.
- Sintaksis (Syntaxis). Berfikir logik dan realistik, menggunakan lambang-lambang yang
diterima bersama, khususnya bahasa - kata - bilangan. Ketika anak mulai belajar
berbicara, mempelajari “kata” yang secara umum diterima sebagai wakil dari
suatu peristiwa, saat itulah anak mulai berfikir sintaksis. Sintaksis
menghasilkan hubungan logis antar pengalaman dan memungkinkan orang
berkomunikasi satu dengan lainnya, melalui proses validasi konsensus (consensus
validation); mencapai konsensus atau persetujuan dengan orang lain mengenai
sesuatu dan kemudian meyakinkan kebenarannya melalui pengulangan pengalaman.
Tiga mode pengalaman kognitif itu terjadi sepanjang hayat.
Normalnya, sintaksis mulai mendominasi sejak usia 4-10 tahun. Sullivan
menekankan pentingnya tinjauan ke masa depan dalam fungsi kognitif. Manusia
hidup di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan yang semuanya jelas relevan
dalam menerangkan fikiran dan perbuatannya. Tinjauan ke masa depan yang
semuanya jelas relevan dalam menerangkan fikiran dan perbuatannya. Tinjauan ke
masa depan tergantung kepada ingatan orang kepada masa lampau dan interpretasinya
terhadap masa sekarang.[5]
C.
Dinamika Kepribadian
Sullivan,
sama seperti banyak teoretikus kepribadian lainnya, memandang kepribadian
sebagai suatu sistem energi yang fungsi utamanya adalah melakukan
aktivitas-aktivitas yang akan mereduksikan tegangan. Sullivan berkata bahwa
tidak perlu menambah istilah “jiwa” baik pada kata energi maupun tegangan
karena ia menggunakan kedua istilah tersebut dengan arti yang persis sama
seperti yang digunakan dalam ilmu fisika.
Tegangan. Sullivan mulai
dengan konsepsi umum tentang organisme, yakni suatu sistem tegangan yang secara
teoritis dapat bervariasi antara batas pengendoran mutlak (absolute relaxation)
atau euphoria (perasaan sangat bahagia dan gembira) sebagaimana Sullivan lebih
suka menyebutnya, dan tegangan mutlak seperti halnya yang terjadi dalam
perasaan takut yang luar biasa. Ada dua sumber tegangan, yaitu:
1.
Tegangan-tegangan
yang disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan organisme;
2.
Tegangan-tegangan
sebagai akibat dari kecemasan.
Kebutuhan-kebutuhan
berkaitan dengan dengan syarat-syarat kehidupan yang sifatnya fisiokimiawi,
seperti misalnya keadaan kekurangan makanan atau air, atau oksigen yang akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam tata organisme. Kebutuhan-kebutuhan dapat
bersifat umum, seperti lapar, atau juga dapa secara lebih khusus berhubungan
dengan suatu bagian tubuh seperti kebutuhan bayi untuk mengisap.
Kebutuhan-kebutuhan itu tersusun secara hierarkis. Kebutuhan-kebutuhan yang
berada ditingkat lebih rendah harus dipuaskan sebelum sampai kepada
kebutuhan-kebutuhan yang berada pada tingkat yang lebih tinggi. Salah satu
akibat dari reduksi kebutuhan adalah pengalama kepuasan. “tegangan-tegangan dapat dianggap sebagai
kebutuhan untuk mentransformasikan energi khusus yang akan menghilangkan
tegangan, seringkali disertai dengan perubahan keadaan ‘jiwa’, yakni perubahan
kesadaran, yang dapat kita sebut dengan menggunakan istilah umum, yakni
kepuasan”. Akibat khas karena kegagalan
yang berkepanjangan dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan adalah suatu perasaan
apati yang menimbulkan peredaan tegangan-tegangan secara umum.
Kecemasan
adalah penghayatan tegangan akibat adanya ancaman-ancaman nyata atau luarnya
dibayangkan terhadap keamanan seseorang. Kecemasan yang hebat mereduksikan
efisiensi individu-individu dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, mengganggu
hubungan-hubungan antarpribadi, mengacaukan pikiran. Perbedaan intensitas
kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan efektivitas dari
operasi-operasi keamanan yang dimiliki seseorang. Kecemasan berat sama seperti
hantaman pada kepala; tidak menyampaikan informasi apa-apa pada orang yang bersangkutan,
sebaliknya menimbulkan kekacauan luarbiasa dan bahkan amnesia. Bentuk-bentuk
kecemasan yang lebih ringan dapat bersifat informatif. Pada kenyataannya,
Sullivan yakin bahwa kecemasan merupakan kekuatan edukatif pertama yang
luarbiasa dalam kehidupan. Kecemasan ditransmisikan kepada bayi oleh “ibunya”
dimana sang ibu sendiri menyatakan kecemasan itu lewat pandangan, nada suara,
dan tingkah lakunya secara keseluruhan. Sullivan mengakui bahwa ia tidak
mengetahui bagaimana terjadinya transmisi ini, mungkin oleh semacam proses
empati yang tak diketahui sifatnya. Sebagai akibat dari kecemasan yang
ditransmisikan oleh ibu ini, benda-benda lain yang ada disekitarnya juga
menjadi mencemaskan beroperasinya cara parataksik yang menghubungkan
pengalaman-pengalaman yang berdekatan. Puting susu ibu, misalnya, berubah
menjadi puting susu yang buruk yang menyebabkan bayi melakukan reaksi-reaksi
menghindar. Bayi belajar menghindari aktivitas-aktivitas atau benda-benda yang
menambah kecemasan. Apabila bayi tidak dapat melepaskan diri dari kecemasan,
maka ia selalu ingin tidur. Dinamisme melepaskan diri dengan cara mengantuk
ini, seperti dikatakan sullivan, merupakan pasangan apati, yakni dinamisme yang
disebabkan karena kebutuhan-kebutuhan tidak dipuaskan. Sesungguhnya, kedua
dinamisme ini tidak dapat dibedakan dengan jelas. Sullivan mengatakan bahwa
salah satu tugas utama psikologi adalah menemukan kerawanan-kerawanan dasar
bagi kecemasan dalam hubungan-hubungan antarpribadi dan bukan berusaha
menangani simtom-simtom yang disebabkan oleh kecemasan.[6]
Adapula penjelasan 2 sumber tegangan menurut buku Alwisol,
Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas
Muhamadiyah Malang, 2006) :
1.
Kebutuhan (needs). Kebutuhan yang pertama muncul adalah tegangan yang timbul akibat
ketidak seimbangan biologis dalam diri individu. Kebutuhan ini dipuaskan dengan
mengembalikan keseimbangan. Kepuasannya bersifat episodik, sesudah memperoleh
kepuasan tegangan akan menurun/hilang, namun setelah lewat beberapa waktu akan
muncul kembali. Kebutuhan yang muncul kemudian berhubungan dari hubungan
interpersonal. Kebutuhan interpersonal yang terpenting adalah Kelembutan kasih
sayang (tenderness). Kelembutan kasih sayang adalah kebutuhan yang umum
bagi setiap orang seperti halnya kebutuhan oksigen, makan, dan air.
Kebalikannya adalah kebutuhan khusus yang muncul dari bagian tubuh tertentu
(oleh Freud disebut “erogenic zone”). Kebutuhan biologis juga dapat
dipuaskan melalui transformasi energi yakni; kegiatan fisik-tingkahlaku, atau
kegiatan mental mengamati, mengingat dan berpikir. Memuaskan kebutuhan dapat
menghilangkan tension, sedangkan kegagalan memuaskan need yang berkepanjangan
bisa menimbulkan keadaan apathy (kelesuan), yaitu bentuk penundaan
kebutuhan untuk meredakan ketegangan secara umum.
2. Kecemasan (anxiety).
Menurut Sullivan, kecemasan merupakan pengaruh pendidikan terbesar sepanjang
hayat, disalurkan mula-mula oleh pelaku keibuan kepada bayinya. Jika ibu
mengalami kecemasan, akan dinyatakan pada wajah, irama kata, dan
tingkahlakunya. Proses ini oleh Sullivan dinamakan empati. Biasanya bayi
menangani kecemasannya dengan operasi keamanan, bisa pertahanan tidur atau somnolent
detachment (bayi menolak berhubungan dengan pemicu kecemasan dengan cara
tidur), menyesuaikan tingkahlakunya dengan kemauan dan tuntutan orang tua, dan
atau dengan memilih mana yang harus tidak diperhatikan (selective
inattention)─menolak menyadari stimulus yang mengganggu. Tension karena
kecemasan ini unik, berbeda dengan tension lain dalam hal kecenderungannya
untuk bertahan tetap dalam kecemasan dengan segala kerusakan yang
diakibatkannya. Kalau tegangan lain menghasilkan tingkahlaku untuk
mengatasinya, kecemasan justru menghasilkan tingkahlaku yang menghambat agar
orang tidak belajar dari kesalahannya, terus-menerus menginginkan rasa aman
yang kekanak-kanakan, dan membuat orang tidak belajar dari pengalamannya
sendiri[7].
Transformasi Energi. Energi
ditransformasikan dengan melakukan pekerjaan. Pekerja bisa berupa
kegiatan-kegiatan yang melibatkan otot-otot badan atau berupa kegiatan-kegiatan
mental, seperti persepsi, ingatan, berpikir. Kegiatan-kegiatan yang terbuka
ataupun yang sembunyi ini bertujuan untuk mengurangi tegangan.
Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya ditentukan oleh masyarakat dimana orang
dibesarkan. “apa yang dapat ditemukan oleh setiap ornag dari meneliti masa
lampaunya adalah bahwa pola-pola tegangan dan transformasi-transformasi energi
yang membentuk kehidupannya merupakan bahan-bahan pendidikan yang
sungguh-sungguh mengagumkan untuk mempersiapkan hidup dalam suatu masyarakat
tertentu.
Sullivan
tidak yakin bahwa insting-insting merupakan sumber-sumber penting dari motivasi
manusia, juga ia tidak menerima teori libido freud. Seorang individu belajar
bertingkah laku dengan cara tertentu sebagai akibat dari interaksi dengan
orang-orang, dan bukan karena ia memiliki imperatif-imperatif bawaan untuk
melakukan jenis-jenis tingkah laku tertentu.[8]
D.
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Sullivan
membagi usia manusia menjadi tujuh tahap perkembangan, masing-masing mempunyai
sumbangan penting dalam bentuk kepribadian. Di setiap tahap perkembangan orang
menghadapi masalah hubungan interpersonal yang berbeda-beda, sehingga bentuk
bahaya yang berasal dari hubungan interpersonal itu juga berbeda-beda.
Perubahan
kepribadian dapat terjadi kapan saja, tetapi yang paling sering terjadi pada
masa transisi dari tahap satu ke tahap berikutnya. Garis batas antar tahap itu
ditunjuk karena secara umum pada saat itu terjadi perubahan kepribadian yang
signifikan, sehingga dalam kenyataan lebih penting daripada tahap itu sendiri.
Pengalaman disosiasi dan inatensi selektif yang terjadi sepanjang periode
tertentu, pada periode transisi mungkin masuk ke dalam sistem self, dan siap mempengaruhi
perkembangan pada periode berikutnya. Paparan rinci dari setiap tahap
perkembangan, akan diringkas dalam tabel
berikut.
Periode
|
Orang
Penting
|
Proses
Interpersonal
|
Pencapaian
Utama
|
Perkembangan
Negatif
|
Invancy
0
– 1;5
Lahir-berbicara
|
Pemeran
keibuan
|
Kelembutan
kasih sayang
|
Awal
mengorganisasi pengalaman, belajar memuaskan beberapa kebutuhan diri.
|
Rasa
aman beroperasi melalui apathy dan somnolent detachment.
|
Childhood
1;5
– 4;0
Berbicara-hubungan
sebaya
|
Orang
tua
|
Melindungi
rasa aman melalui imaji teman sebaya
|
Belajar
melalui identifikasi dengan orang tua; belajar sublimasi mengganti suatu
kepuasan dengan kepuasan yang lain.
|
Performansi
as if; rasionalisasi prokupasi transformasi jahat.
|
Juvenil
4;0
– 8/10
Hubungan
sebaya-Chum
|
Teman
bermain seusia
|
Orientasi
menuju kehidupan sebaya
|
Belajar
bekerja sama dan bersaing dengan orang lain, belajar berurusan dengan figur
otoritas.
|
Stereotip
Ostrasisme
Disparajemen
|
Pra-Adolesen
8/10
– 12
Chum-Pubertas
awal
|
Chum
tunggal
|
Intimasi
|
Belajar
mencintai orang lain seperti atau melebihi mencintai diri sendiri.
|
Loneliness
|
Adolesen
awal
12
– 16
Pubertas-Seks
mantap
|
Chum
jamak
|
Intimasi
dan nafsu seks ke orang yang berbeda
|
Integrasi
kebutuhan intimasi dengan kepuasan seksual.
|
Pola
tingkah laku seksual yang tidak terpuaskan.
|
Adolesen
akhir
16
– 20
Seks
mantap
Tanggung
jawab sosial
|
Kekasih
|
Menggabung
intimasi dengan nafsu
|
Integrasi
ke dalam masyarakat dewasa, self-respect
|
Personifikasi
yang tidak tepat
Keterbatasan
hidup
|
Maturity
20>
|
|
|
Konsolidasi
pencapaian setiap tahap sebelumnya
|
|
Berikut
adalah penjelasannya :
1.
Bayi
(Infancy); Lahir – Bisa Berbicara (0 – 18 bulan)
Perkembangan pada masa bayi sangat kompleks. Berikut
enam ciri penting perkembangan menurut Sullivan :
ü Timbulnya
dinamisme apati, pertahanan tidur, disosiasi dan inatensi.
ü Peralihan
dan prototaxis ke parataxis.
ü Organisasi
personifikasi-personifikasi, baik personifikasi ibu maupun personifikasi diri.
ü Organisasi
pengalaman melalui belajar dan munculnya dasar-dasar sistem-diri.
ü Diferensiasi
tubuh bayi sendiri, mengenal dan memanipulasi tubuh.
ü Belajar
bahasa, dimulai dengan bahasa autisme.
ü Belajar
melakukan gerakan yang terkoordinasi, melibatkan mata, tangan, mulut, telinga
serta organ tubuh lainnya
2.
Anak
(Childhood); Bisa Mengucap Kata – Butuh Kawan Bermain (1;5 – 4 tahun)
Tahap anak dimulai dengan perkembangan
bicara dan belajar berpikir sintaksis, serta perluasan kebutuhan untuk bergaul
dengan kelompok sebaya.
Anak mulai belajar menyembunyikan aspek
tingkah laku yang diyakininya dapat menimbulkan kecemasan atau hukuman.
Misalnya, mereke belajar melakukan rasionalisasi (memberi alasan palsu)
mengenai segala hal yang sudah mereka kerjakan atau sedang mereka rencanakan.
Mereka memiliki tampilan seolah-olah (as
if performance) yakni:
ü Dramatisasi
(dramatization): permainan peran
seolah-olah dewasa, belajar mengidentifikasikan diri dengan orang tuanya,
bagaimana bertingkah laku yang dapat diterima.
ü Bergaya
sibuk (preoccupation): anak belajar
konsentrasi pada satu kegiatan yang membuat mereka bisa menghindari sesuatu
yang menekan dirinya.
ü Transformasi
jahat (malevolent transformation):
perasaan bahwa dirinya hidup ditengah-tengah musuh, sehingga hidupnya penuh
rasa kecurigaan dan ketidakpercayaan bahkan sampai tingkah laku yang paranoid.
ü Sublimasi
tak sadar (unwitting sublimation):
mengganti sesuatu atau aktivitas tak sadar yang dapat menimbulkan kecemasan
dengan aktivitas yang dapat diterima secara sosial.
Masa anak ditandai dengan emosi yang
mulai timbal balik, anak disamping menerima juga bisa memberi kasih sayang.
Hubungannya dengan ibu menjadi lebih pribadi dan tidak lagi searah. Masa anak
juga ditandai dengan akulturasi yang cepat. Disamping menguasai bahasa, anak
belajar pola kultural dalam kebersihan, latihan toilet, kebiasaan makan dan
harapan peran seksual.
3.
Remaja
Awal (Juvenile); Usia Sekolah – Berkeinginan Bergaul Intim (4 – 10 tahun)
Perkembangan penting dalam tahap ini
adalah loncatan sosial kedepan, anak belajar kompetisi, kompromi, kerja sama
dan memahami makna perasaan kelompok. Mereka mendapat pengalaman dengan
otoritas di luar rumah. Tahap ini juga ditandai dengan munculnya konsepsi
tentang orientasi hidup, suatu rumusan atau wawasan tentang:
ü Kecenderungan
atau kebutuhan untuk berintegrasi yang biasanya memberi ciri pada hubungan antar
pribadinya.
ü Keadaan-keadaan
yang cocok untuk pemuasan kebutuhan dan relatif bebas dari kecemasan.
ü Tujuan-tujuan
jangka panjang yang untuk mencapainya orang perlu menangguhkan
kesempatan-kesempatan menikmati kepuasan jangka pendek.
Perkembangan negatif yang penting pada
tahap ini adalah belajar stereotip, ostrasisme dan disparajemen (stereotype, ostracism dan disparagement):
ü Prasangka
atau stereotip adalah meniru atau memakai personifikasi mengenai orang atau
kelompok orang yang yang diturunkan antar generasi.
ü Pengasingan
atau ostrasisme adalah pengalaman anak diisolasi secara paksa,
dikeluarkan/diasingkan dari kelompok sebaya karena perbedaan sifat individual
dengan kelompok.
ü Penghinaan
atau disparajemen, berarti meremehkan atau menjatuhkan orang lain, yang akan
berrpengaruh merusak hubungan interpersonal pada usia dewasa.
4.
Preadolesen
(preadolescence); Mulai Bergaul Akrab
– Pubertas (8/10 – 12 tahun)
Preadolesen ditandai oleh awal kemampuan
bergaul akrab dengan orang lain bercirikan persamaan yang nyata dan saling
memperhatikan. Mereka membutuhkan Chum (Chum):
teman akrab dari jenis kelamin yang sama, teman yang dapat menjadi tempat
mencurahkan isi hati, dan bersama-sama mencoba memahami dan memecahkan masalah
hidup.
Tahap preadolesen ditandai oleh beberapa
fenomena berikut:
ü Orang
tua masih penting, tetapi mereka dinilai secara lebih realistik.
ü Mengalami
cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, dan belum dirumitkan oleh nafsu
seks.
ü Terlibat
dalam kerja sama untuk kebahagiaan bersama, tidak mementingkan diri sendiri.
ü Kolaborasi
Chum, jika dipelajari dalam tahap ini, akan membuat perkembangan kepribadian
berikutnya akan terhambat.
ü Hubungan
chum dapat mengatasi/menghilangkan pengaruh buruk simptom salah suai yang
diperoleh dari perkembangan tahap sebelumnya.
5.
Adolesen
Awal (Early Adolescence); Pubertas –
Pola Aktivitas Seksual yang Mantap (12-16 tahun)
Pada
tahap ini pola aktivitas seksual yang memuaskan seharusnya sudah dapat
dimiliki. Banyak problem yang muncul pada periode ini merefleksikan konflik
antar tiga kebutuhan dasar: Keamanan (bebas dari kecemasan), keintiman
(pergaulan akrab dengan seks lain) dan kepuasan seksual.
Kepuasan
seksual bertentangan dengan operasi keamanan, karena aktivitas genital pada
usia ini terlarang pada banyak budaya sehingga menimbulkan perasaan berdosa,
malu dan cemas. Keintiman bertentangan dengan keamanan, karena mengubah
keintiman dari sesama jenis menjadi keintiman dengan jenis kelamin pasangan
akan menimbulkan perasaan takut, ragu-ragu dan kehilangan harga diri yang semuanya
akan meningkatkan kecemasan. Keintiman bertentangan dengan kepuasan seksual,
mereka kesulitan mengkombinasikan intimasi dengan kepuasan seksual untuk
diarahkan kepada satu orang paling tidak karena empat alasan:
ü Banyak
adolesen yang melakukan sublimasi terhadap dorongan genitalnya, untuk mencegah
penggabungan dorongan seks dengan keintiman.
ü Dorongan
genital yang sangat kuat dapat dipuaskan melalui masturbasi atau hubungan sekd
tanpa keintiman. Adolesen awal tidak mempunyai alasan yang mendesak untuk menggabung
dorongan seks dengan intimasi.
ü Masyarakat
membagi objek seksual menjadi dua, “baik” dan “buruk”, sedang remaja selalu
memandang “baik”.
ü Alasan
kultural, orang tua, guru dan otoritas lainnya melarang keintiman dengan seks
yang sama karena takut menjadi homoseksualitas, tetapi mereka juga melarang
intimasi dengan jenis kelamin yang berlainan karena takut dengan penyakit
menular seksual, kehamilan dan kawin dini.
Sullivan
berpendapat bahwa adolesen awal adalah titik balik dalam perkembangan
kepribadian. Orang harus dapat mengatasi kebutuhan intimasi dan dorongan
seksual tanpa terganggu rasa amannya. Kalau itu tidak dapat dilakukan, dia akan
menghadapi kesulitan serius pada tahap perkembangan berikutnya. Walaupun
penyesuaian seksual merupakan bagian yang penting dari perkembangan
kepribadian, sullivan merasa bahwa masalah utamanya adalah bergaul bersama
dengan orang lain.
6.
Adolesen
Akhir (Late Adolescense); Kemantapan
Seks – Tanggung Jawab Sosial (16 – awal 20an)
Periode
ini berakhir sampai pemuda mengenal kepuasan dan tanggung jawab dari kehidupan
sosial dan warga negara dewasa. Selama periode ini, pengalaman semakin banyak
terjadi pada tingkat berpikir sintaksis. Apakah orang bekerja atau melanjutkan
kuliah, mereka harus memperluas pemahamannya mengenai sikap hidup orang lain,
pemahamannya mengenai tingkat saling ketergantungan dalam hidup, dan cara
menangani berbagai jenis masalah interpersonal. Tahap ini ditandai dengan
pemantapan hubungan cinta dengan satu pasangan. Namun menurut Sullivan
perkembangan luar biasa tinggi dalam hubungan cinta dengan orang lain bukan
tujuan utama kehidupan, tetapi sekedar sumber utama kepuasan hidup.
Pencapaian
akhir periode ini adalah self-respect, yang
menjadi syarat untuk menghargai orang lain. Menurut Sullivan, umumnya orang
menghina atau menjatuhkan orang lain, karena orang itu mempunyai kualitas yang
mencemaskan atau memalukan diri sendiri. Jadi, kalau oramg dapat menghargai
diri sendiri, dia akan menghargai orang lain.
7.
Kemasakan
(Maturity)
Setiap prestasi penting tahap yang
terdahulu akan menjadi bagian penting dari kepribadian masak. Jadi dewasa yang
masak hendaknya hendaknya sudah belajar memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang
penting; bekerjasama dan berkompetensi dengan orang lain, mempertahankan
hubungan dengan orang lain yang memberi kepuasan intimasi dan seksual; dan
berfungsi secara efektif di masyarakat dimana dia berada. Menurut Sullivan, di
antara pencapaian-pencapaian itu, intimasi yang paling penting.
[1] Calvin
S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik
(Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 269-271
[2] Calvin
S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik
(Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 273-274
[3] Alwisol,
Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas
Muhamadiyah Malang, 2006), h. 176
[4] Calvin
S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik
(Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 277-278
[5] Alwisol,
Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas
Muhamadiyah Malang, 2006), h. 179-181
[6] Calvin
S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik
(Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 280-282
[7] Alwisol,
Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas
Muhamadiyah Malang, 2006), h. 182-184
[8] Calvin
S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik
(Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 282
Tidak ada komentar:
Posting Komentar