Senin, 25 November 2013

Teori Kepribadian Sullivan

A.           Sejarah Pribadi Harry Stack Sullivan
Harry Stack Sullivan lahir di sebuah kota peternakan di Norwich, New york pada Februari 21, 1982, satu-satunya anak yang hidup dari sebuah keluarga Irlandia Katolik miskin. Ibunya, Ella Stack Sullivan, berumur 32 tahun ketika menikahi Timothi Sullivan dan berumur 39 ketika Harry lahir. Dia telah melahirkan dua putra lainnya, tidak satupun yang hidup melampaui umur setahun. Sebagai akibatnya, dia memanjakan dan menjaga anak satu-satunya, yang mana keselamatannya dianggap sebagai kesempatan terakhir dari keibuannya. Ayah Harry, Timothy Sullivan, adalah seorang pria yang pemalu, suka menyendiri, pendiam yang tidak pernah membangun hubungan dekat dengan anaknya hingga setelah istrinya meninggal dan Sullivan menjadi dokter terkenal. Timothy Sullivan sudah menjadi pekerja peternakan dan pabrik yang tinggal bersama peternakan keluarga istrinya diluar desa Smyrna, 10 mil dari Norwich sebelum ulang tahun ketiga Harry. Pada waktu yang sama, Ella Stack Sullivan secara misterius tidak ada di rumah, dan Sullivan dipelihara oleh nenek dari ibunya, yang aksen Gaelicnya tidak bisa dimengerti oleh anak tersebut. Setelah berpisah lebih dari setahun, ibunya Harry - yang kemungkinan berada di rumah sakit jiwa - pulang ke rumah. Akibatnya, Sullivan kemudian punya dua ibu yang merawatnya. Bahkan setelah neneknya meninggal, dia terus memiliki dua ibu karena bibinya yang belum menikah kemudian tinggal bersamanya untuk membantu tugas membesarkan anak.
Walau kedua orang tuanya berasal dari keturunan Irlandia yang miskin, ibunya menganggap keluarga Stack lebih superior secara sosial dibandingkan keluarga Sullivan. Sullivan menerima supremasi sosial keluarga stack di atas keluarga Sullivan hingga ia menjadi seorang psikiater yang mengembangkan teori interpersonal yang menekankan kesamaan diantara orang dibandingkan perbedaannya. Dia kemudian menemukan kejelekan klaim ibunya.
Sebagai anak prasekolah, Sullivan tidak punya teman atau kenalan seumurnya. Setelah memulai sekolah, ia tetap merasa seperti orang luar, menjadi seorang anak Katolik Irlandia di sebuah komunitas Protestan. Aksen Irlandianya dan otaknya yang encer membuat dia tidak populer diantara teman sekelasnya selama dia bersekolah di Smyrna.
Ketika Sullivan berumur 8 setengah tahun, dia membentuk hubungan yang erat dengan seorang anak berumur 13 tahun di peternakan tetangga. Anak ini adalah Clarence Bellinger, yang hidup satu mil dari Harry di sebuah distrik sekolah lain, tapi kini baru mulai sekolah SMA di Smyrna. Walau kedua anak itu tidaklah sebaya, mereka memiliki banyak kesamaan secara sosial dan intelektual. Keduanya tidak bisa bersosialisasi tapi sangat pandai; keduanya kemudian menjadi psikiater dan keduanya tidak pernah menikah. Relasi antara Harry dan Clarence memiliki pengaruh yang besar pada hidup Sullivan. Relasi tersebut membangkitkan di dalamnya kekuatan intimasi, yaitu, kemampuan untuk mencintai orang lain yang mirip dengan dirinya. Dalam teori kepribadian Sullivan yang sudah rampung, dia menekankan kekuatan relasi intim yang sangat terapis dan memiliki kekuatan yang hampir magis pada umur-umur preadolescent. Kepercayaan ini bersama dengan hipotesis Sullivan lainnya, sepertinya tumbuh dari pengalamannya pada masa kecil.
Sullivan tertarik dengan buku dan sains, tapi tidak dengan peternakan. Walau dia adalah satu-satunya anak yang tumbuh di peternakan yang membutuhkan banyak kerja keras, Harry bisa menghindari banyak tugasnya dengan berpura-pura "lupa" untuk melakukannya. Taktik ini sangat sukses karena ibu yang memanjakannya kemudian menyelesaikan tugas-tugasnya sembari mengatakan bahwa Sullivan yang melakukannya.
Seorang murid yang pandai, Sullivan lulus dari SMA sebagai pembicara pada saat kelulusannya di umur 16 tahun. Dia kemudian masuk di Cornell University untuk menjadi seorang ahli fisika, walau dia juga tertarik dengan psikiatri. Performa akademisnya di Cornell adalah sebuah bencana, dan dia menerima suspensi setelah satu tahun. Suspensinya mungkin tidak hanya karena kekurangan akademisnya. Dia mendapat masalah dengan hukum di Cornell, mungkin karena penipuan surat. Dia kemungkinan menjadi kambing hitam dari murid yang lebih tua, lebih dewasa darinya yang menggunakan dia untuk mengambil beberapa bahan kimia yang dipesan melalui surat secara ilegal. Selama dua tahun kedepan, Sullivan menghilang dari peredaran. Perry (1982) melaporkan bahwa dia mungkin menderita breakdown schizophrenic pada masa ini dan harus menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Alexander (1990) memperkirakan bahwa Sullivan menghabiskan masa ini dibawah panduan seorang pria yang lebih dewasa darinya yang membangunay mengatasi kepanikan seksualnya dan yang membangkitkan ketertarikannya pada psikiatri. Apapun jawaban dari misteri kehilangan Sullivan dari 1909 hingga 1911, pengalamannya sepertinya membuat ia lebih dewasa secara akademis dan mungkin secara seksual.
Pada tahun 1911, Sullivan masuk di Chicago College of Medicine and Surgery, dimana nilainya, walau hanya biasa-biasa saja, adalah kemajuan yang besar dari yang dia dapat di Cornell. Dia menyelesaikan studi medisnya pada tahun 1915 tapi tidak mendapat gelarnya hingga 1917. Sullivan mengatakan bahwa penundaan ini adalah karena dia belum membayar uang kuliahnya, tapi Perry (1982) menemukan bukti bahwa dia belum menyelesaikan syarat akademisnya pada tahun 1915 dan juga membutuhkan sebuah internship. Bagaimanakah Sullivan bisa mendapat gelar kedokteran kalau dia kekurangan semua prasyaratnya? Tidak ada seorangpun biografer Sullivan yang memiliki jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan ini. Alexander (1990) menghipotesiskan bahwa Sullivan, yang sudah bekerja di bidang medis selama hampir setahun, menggunakan kemampuan persuasifnya untuk meyakinkan pihak yang berotoriter di Chicago College of Medicine and Surgery untuk menerima pengalaman tersebut untuk menggantikan internship. Defisiensi lainnya mungkin juga diabaikan bila Sullivan setuju untuk mendaftar di kemiliteran. (Amerika Serikat pada saat itu baru memasuki Perang Dunia I dan membutuhkan perwira medis).
Setelah perang, Sullivan terus melayani sebagai perwira militer, pertama untuk Federal Board for Vocational Education dan kemudian untuk Public Health Service. Namun periode hidupnya pada masa itu masih membingungkan dan tidak stabil, dan dia tidak begitu menjanjikan kehidupan dengan karier gemilang yang akan kemudian dijalaninya (Perry, 1982)
Tahun 1921, tanpa pelatihan formal di psikiatri, dia bergabung dengan St. Elizabeth di Washington, DC, dimana dia kenal dekat dengan William Alanson White, neuropsikiater paling terkenal di Amerika. di St. Elizabeth, Sullivan mendapat kesempatan pertamanya untuk bekerja dengan pasien schizophrenic dalam jumlah besar. Ketika tinggal di Washigton, dia mulai berhubungan dengan sekolah medis di University of Maryland dan dengan Shepard and Enoch Pratt Hospital di Towson, maryland. Pada periode Baltimore di hidupnya, dia mempelajari Schizophrenia secara intensif, yang memberikan dugaan-dugaan awal tentang pentingnya relasi interpersonal. Dalam mencoba mengambil makna dari perkataan pasien schizophrenic, Sullivan menyimpulkan bahwa penyakit mereka adlaah cara untuk menyesuaikan diri dengan anxiety yang disebabkan lingkungan sosial dan interpersonal. Pengalamannya sebagai dokter klinis secara perlahan berubah menjadi awal mulanya teori psikiatri interpersonal.
Sullivan menghabiskan banyak waktu dan tenaga di Sheppard memilih dan melatih perawat rumah sakit. Walau dia hanya sedikit melakukan terapi, dia mengembangkan sebuah seistem diamana perawat pria non profesional yang simpatis merawat pasien schizophrenic dengan kepedulian dan rasa hormat yang manusiawi. Program inovaitif ini memberikan dia reputasi sebagai penyihir klinis. Tapi, dia menjadi tidak suka dengan iklim politis di Sheppard ketika dia tidak diangkat menjadi kepala pusat resepsi yang dia advokasikan. Pada bulan Maret 1930, dia mengundurkan diri dari sheppard.
Pada tahun itu juga, dia pindah ke New York City dan membuka praktik swasta, berharap untuk memperluas pengertiannya akan relasi interpersonal dengan menyelidiki kelainan non schizophrenic, terutama yang bersifat obsesif. (Perry, 1982). Waktu itu adalah masa sulit, dan klien kaya yang diharapkannya tidak datang dalam jumlah yang diperlukannya untuk menutup pengeluarannya.
Walau demikian, dengan tinggal di New York, dia berhubungan dengan beberapa psikiater dan ilmuwan sosial dengan latar belakang Eropa. Diantaranya adalah Karen Horney, Erich Fromm, dan Frieda Fromm Reichmann yang, bersama dengan Sullivan membentuk Zodiac group, sebuah organisasi informal yang bertemu secara rutin secara informal untuk membicarakan ide baru dan lama dalam psikiatri dan ilmu sosial yang berhubungan. Sullivan, yang sudah bertemu dengan Thompson sebelumnya, menghasutnya untuk mengunjungi Eropa untuk mendapatkan latihan analisis dari Sandor Ferenczi, seorang murid Freud. Sullivan belajar dari semua anggota Zodiac group, dan melalu Thompson, dan Ferenczi, teknik terapisnya secara tidak langsung dipengaruhi oleh Freud. Sullivan juga berterimakasih pada dua praktisi lainnya, Adolf Meyer dan William Alanson White, untuk pengaruh mereka pada praktik terapinya. Walau memiliki pengaruh Freudian pada teknik terapinya, teori Sullivan tentang psikiatri interpersonal tidaklah psikoanalistis ataupun neo-Freudian.
Pada saat ia tinggal di New York, Sullivan juga dipengaruhi beberapa ilmuwan sosial dari University of Chicago, yang merupakan pusat dari studi sosiologikal Amerika pada tahun 1920 dan 1930an. Disana ada psikolog sosial George Herbert Mead, sosiolog Robert Ezra Park, W.I. Thomas, antropolog Edward Sapir, dan ilmuwan politik Harold Lasswell. Sullivan, Sapir dan Lasswell terutama bertanggung jawab untuk mendirikan William Alanson White Psychiatric Foundation di Washington, DC, untuk menggabungkan psikiatri dan ilmu sosial lainnya. Sullivan kemudian menjabat sebagai presiden yayasan ini dan juga sebagai editor jurnal yayasan tersebut, Psychiatry. Dibawah panduan Sullivan, yayasan tersebut memulai institusi pelatihan yang dikenal sebagai Washington School of Psychiatry. Karena aktivitas ini, Sullivan menutup aktivitas praktik swastanya, yang lagipula tidak menguntungkan, dan pindah kembali ke Washington, DC, diana dia secara dekat berasosiasi dengan sekolah dan jurnal tersebut.
Pada bulan Januari 1949, Sullivan menghadiri pertemuan World Federation for Mental Health di Amsterdam. Dalam perjalanan kembali, pada Januari 14, 1949, dia wafat karena radang otak di kamar hotelnya di Paris, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke 57. Sesuai dengan karakternya, dia sedang sendiri pada saat itu.
Di sisi personalnya, Sullivan tidak nyaman dengan seksualitasnya dan memiliki perasaan ambivalen tentang perkawinan (Perry, 1982). Sebagai seorang dewasa, ia membawa ke rumahna seorang pria berumur 15 tahun yang mungkin adalah seorang bekas pasiennya (Alexander, 1990). Pria muda ini -James Inscoe- tinggal bersama Sullivan selama 22 tahun, mengurus keuangannya, mengetik manuskrip dan mengurus rumah tangganya. Walau Sullivan tidak pernah mengadopsi jimmie secara resmi, dia menganggapnya sebagai seorang anak dan bahkan merubah namanya menjadi James I. Sullivan.
Sullivan juga memiliki sifat ambivalen tentang agamanya. Terlahir kepada orang tua Katolik yang menghadiri gereja secara tidak rutin, dia meninggalkan katolikisme pada awal hidupnya. Dalam kehidupan berikutnya, kawan dan kenalannya menganggap dia tidak religius bahkan anti katolik, tapi secara mengejutkan, Sullivan menulis di surat wasiatnya bahwa ia ingin menerima penguburan secara katolik. Secara kebetulan, permintaan ini dikabulkan walaupun tubuh Sullivan sudah dikremasi di Paris. Abunya kemudian dikembalikan di Amerika Serikat, dimana abunya diletakkan di dalam peti dan menerima penguburan secara Katolik, lengkap dengan misa requiem.
Kontribusi utama Sullivan ke teori kepribadian adalah konsepsinya tentang tingkat perkembangan. Sebelum berbalik ke ide Sullivan tentang tahap-tahap perkembangan, kita akan menjelaskan beberapa terminologi uniknya.
Harry Stack Sullivan adalah pencipta segi pandangan baru yang terkenal dengan nama interpersonal theory of psychiatry. Ajaran pokok dari teori ini dalam hubungannya dengan teori kepribadian ialah bahwa kepribadian adalah “pola relatif menetap dari situasi-situasi antarpribadi yang berulang menjadi ciri kehidupan manusia. Kepribadian merupakan suatu entitas hipotesis yang tidak dapat dipisahkan dari situasi-situasi antarpribadi, dan tingkah laku antarpribadi merupakan satu-satunya segi yang dapat diamati sebagai kepribadian. Karena itu Sullivan berpendapat bahwa sama sekali tidak ada gunanya berbicara tentang individu sebagai objek penelitian karena individu sama sekali tidak terpisah dari hubungannya dengan orang lain. Sejak hari pertama kehidupan, bayi merupakan bagian dari situasi antarpribadi, dan dalam kehidupan selanjutnya, ia tetap menjadi anggota masyarakat. Bahkan seorang pertapa yang mengundurkan diri dari masyarakat ke dalam hutan belantara pun tetap memiliki ingatan-ingatan tentang hubungan-hubungan pribadi dimasa lampau yang tetap mempengaruhi pikiran dan perbuatannya.
Meskipun Sullivan tidak menyangkal pentingnya hereditas dan pematangan dalam membentuk dan membangun organisme, namun ia berpendapat bahwa apa yang khas manusiawi merupakan produk dari interaksi-interaksi sosial. Lagi pula, pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dapat dan benar-benar merubah fungsinya yang semata-mata bersifat fisiologis sehingga organisme pun kehilangan statusnya sebagai kesatuan biologis dan menjadi organisme sosial dengan cara-caranya sendiri yang sudah disosialisasikan dalam hal pernapasan, pencernaan, eliminasi, sirkulasi, dan sebagainya.
Bagi Sullivan, ilmu psikiatri tak terpecahkan dengan psikologi sosial, dan teorinya tentang kepribadian menunjukkan perhatiannya yang besar pada konsep-konsep dan variabel-variael psikologi sosial. Sullivan menulis :
“ Ilmu umum tentang psikiatri tampak bagi saya mencakup bidang yang sangat serupa dengan yang dipelajari oleh psikologi sosial, karena psikiatri ilmiah harus didefinisikan sebagai studi tentang hubungan-hubungan antarpribadi, dan hal ini akhirnya menuntut pemakaian semacam kerangka konseptual yang sekarang kita sebut teori medan. Dari titik tolak tersebut, kepribadian dipakai sebagai hipotesis. Hal yang dapat dipelajari adalah pola dari proses-proses yang memberi ciri-ciri pada interaksi kepribadian-kepribadian dalam situasi-situasi tertentu yang berulang atau medan-medan yang “mencakup” si pengamat.” [1]
B.            Struktur Kepribadian
Sullivan berkali-kali menegaskan bahwa kepribadian adalah suatu entitas atau kesatuan hipotesis belaka, “suatu ilusi” yang tidak dapat diobservasi atau diteliti terlepas dari situasi-situasi antarpribadi. Yang menjadi unit penelitian adalah situasi antarpribadi dan bukan orangnya. Organisasi kepribadian terdiri dari peristiwa-peristiwa antarpribadi, dan bukan peristiwa-peristiwa intrapsikis. Kepribadian hanyya memanifestasikan dirinya ketika orang bertingkah laku dalam hubungan dengan salah seorang atau beberapa individu lain. Orang-orang ini tidak perlu ada; sesungguhnya mereka dapat juga merupakan tokoh khayalan atau tokoh yang tidak ada. Seseorang dapat menjalin hubungan dengan seorang pahlawan rakyat, seperti Paul Bunyan atau seorang tokoh fiksi, seperti Anna Karennia atau dengan nenek moyang ataug juga keturunan yang belum lahir. “ Psikiatri adalah penelitian tentang gejala-gejala yang terjadi dalam situasi-situasi antarpribadi, dalam konfigurasi yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang semuanya kecuali salah satu diantaranya bisa bersifat khayalan belaka”. Persepsi, ingatan, pemikiran, khayalan, dan semua proses psikis lain bersifat antarpribadi. Bahkan mimpi pada malam hari bersifat antapribadi, karena mimpi biasanya menjelaskan hubungan-hubungan antara orang yang bermimpi dengan orang-orang lain.
Meskipun Sullivan mengakui bahwa kepribadian hanya berstatus hipotetis, namun ia menegaskan bahwa kepribadian merupakan pusat dinamik dari berbagai proses yang terjadi dalam serangkaian medan antarpribadi. Selanjutnya, ia memberikan status penting bagi beberapa proses dengan menyebut dan menamakan mereka dan dengan mengkonseptualisasikan beberapa sifat mereka. Proses-proses yang terpenting adalah dinamisme, personifikasi, dan proses kognitif.
1.    Dinamisme
Dinamisme merupakan unit terkecil yang dapat dipakai dalam meneliti individu. Dinamisme didefenisikan sebagai “Pola transformasi energi yang relatif menetap, yang secara berulang memberi ciri kepada organisme selama keberadaannya sebagai organisme hidup”. Transformasi energi adalah suatu bentuk tingkah laku. Transformasi energi itu mungkin terbuka dan umum, seperti berbicara, atau juga tersembunyi, seperti dalam fikiran atau khayalan.[2]
Menurut Sullivan, pola adalah sampul yang menutupi perbedaan-perbedaan kecil yang tidak berarti. Ini berarti suatu ciri baru dapat ditambahkan pada suatu pola tanpa mengubah pola itu sejauh ciri itu dapat ditutupi, tidak nyata-nyata berbeda dengan ciri lainnya.
Dinamisme adalah pola yang spesifik dan berulang dari tingkah laku yang menjadi ciri khas seorang. Dinamisme yang melayani kebutuhan kepuasan organisme melibatkan bagian tubuh, yakni alat reseptor, efektor dan sistem syaraf. Misalnya, dinamisme makan melibatkan mulut dan otot leher, dinamisme seks melibatkan organisme genital.
Dinamisme yang menjadi pembeda antar manusia tidak berhubungan dengan bagian tubuh, tetapi menjadi ciri khas hubungan antarpribadi. Suatu kebiasaan bagaimana mereaksi orang lain, baik dalam bentuk perasaan, sikap, maupun tingkah laku terbuka. Dinamisme dengki (memusuhi orang atau kelompok orang tertentu); dinamisme nafsu (kecenderungan mencai hubungan birahi); dinamisme ketakutan (anak yang bersembunyi dibelakang ibunya setiap menghadapi ornag asing); dan dinamisme sistem self (diri).[3]
Sullivan yakin bahwa sistem diri merupakan produk dari aspek-aspek irasional masyarakat. Maksudnya, anak kecil dibuat supaya merasa cemas dengan alasan-alasan yang tidak akan ditemukan dalam suatu masyarakat yang lebih rasional; ia terpaksa menggunakan cara-cara yang tak wajar dan tak realistik untuk mengatasi kecemasannya. Meskipun Sullivan mengakui bahwa perkembangan sistem diri mutlak penting untuk menghindari kecemasan dalam masyarakat modern, dan mungkin dalam setiap bentuk masyarakat yang dapat diciptakan oleh manusia, namun ia juga mengakui bahwa sistem diri sebagaimana kita kenal dewasa ini merupakan “ganjalan penghalang utama bagi perubahan-perubahan yang bermanfaat dalam kepribadian”. Mungkin dengan bergurau ia menulis, “Diri adalah isi dari kesadaran pada setiap saat ketika orang benar-benar puas dengan perasaan harga dirinya, prestise yang diperolehnya diantara sesamanya, serta penghargaan dan hormat yang diberikan mereka kepadanya”.

2.    Personifikasi
Personifikasi adalah suatu gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri atau orang lain. Personifikasi adalah perasaan, sikap, dan konsepsi kompleks yang timbul karena mengalami kepuasan kebutuhan atau kecemasan. Misalnya bayi mengembangkan personifikasi tentang ibu yang baik, karena ia menyusui dan memeliharanya. Setiap hubungan antarpribadi yang memberikan kepuasan akan membangun suatu gambaran yang baik tentang orang yang memberinya kepuasan. Sebaliknya personifikasi bayi tentang ibu yang buruk adalah hasil dari pengalaman-pengalaman dengan ibunya yang menyebabkan kecemasan. Ibu yang mencemaskan itu dipersonifikasikan sebagai ibu yang buruk. Akhirnya kedua personifikasi tentang ibu ini beserta personifikasi lain yang mungkin terbentuk, seperti ibu yang menggairahkan atau ibu yang terlalu melindungi, bersama-sama membentuk suatu personifikasi yang kompleks.
Gambaran-gambaran yang ada dalam  pikiran kita ini jarang merupakan gambaran-gambaran yang tepat tentang orang-orang yang bersangkutan. Gambaran-gambaran itu dibentuk pertama-tama untuk menghadapi orang-orang dalam situasi-situasi antarpribadi yang agak terisolasi, tetapi sekali terbentuk maka gambaran-gambaran itu biasanya tetap ada dan mempengatuhi sikap kita terhadap orang-orang lain. Jadi, seseorang yang mempersonifikasikan ayahnya sebagai pemberang dan diktaktor, mungkin memproyeksikan personifikasi yang sama ini kepada pria-pria lain yang lebih tua, misalnya, guru, polisi, dan majikan. Maka dari itu sesuatu yang berfungsi mereduksikan kecemasan pada awal kehidupan mungkin mempengaruhi hubungan-hubungan antarpribadi seseorang dalam kehidupannya kemudian. Gambaran-gambaran yang penuh dengan kecemasan ini mengubah konsepsi-konsepsi seseorang tentang orang-orang yang penting sekarang ini. Personifikasi-personifikasi tentang diri, seperti saya seorang yang baik (the good-me) dan saya seorang yang buruk (the bad-me) mengikuti prinsip yang sama seperti personifikasi tentang orang-orang lain. Personifikasi ‘saya seorang yang baik’ disebabkan oleh pengalaman-pengalaman antarpribadi yang menyenangkan, sedang personifikasi ‘saya seorang yang buruk’ disebabkan oleh situasi-situasi yang membangkitkan kecemasan. Dan seperti personifikasi tentang orang-orang lain, personifikasi-personifikasi diri ini cenderung menghalangi evaluasi diri yang objektif.
Personifikasi-personifikasi yang dimiliki oleh sejumlah orang disebut stereotipe. Inilah konsepsi-konsepsi yang diakui bersama, yakni ide-ide yang diterima secara luas diantara anggota-anggota masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi. Contoh dari stereotipe-stereotipe yang umum dalam kebudayaan kita adalah profesor yang linglung, seniman yang eksentrik, pemimping perusahaan yang keras kepala.

3.    Proses Kognitif
Sumbangan yang unik dari Sullivan tentang kognisi atau pengetahuan dalam hubungannya dengan kepribadian ialah klasifikasinya tentang pengalaman kedalam tiga golongan. Pengalaman, katanya, terjadi dalam tiga cara, yakni cara-cara prototaksis, parataksis, dan sintaksis.[4]
-       Prototaksis (Prototaxis) adalah rangkaian pengalaman yang terpisah-pisah yang dialami pada masa bayi, dimana arus kesadaran (pengindraan, bayangan dan perasaan) mengalir kedalam jiwa tanpa pengertian “sebelum” dan “sesudah”. Semua pengetahuan bayi adalah pengetahuan saat itu, disini dan sekarang. Semua pengalaman berdiri sendiri-sendiri, sepotong-sepotong, tidak diintergrasikan kedalam urutan yang logis. Elemen pengalaman protaksis – sensasi sederhana – mungkin terus dan tetap menjadi bagian dari kehidupan mental orang dewasa, namun orang selalu menghubungkan elemen-elemen itu menjadi kesatuan pengalaman. Pada usia dewasa, dominasi pengalaman prototaksis hampir tidak ditemui.
-       Parataksis (Parataxis). Kira-kira pada awal tahun kedua, bayi mulai mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan peristiwa-peristiwa, disebut pengalaman parataksis atau pengalaman asosiasi. Pada tahap ini, bayi mengembangkan cara berfikir melihat hubungan sebab akibat, asosiasional peristiwa yang terjadi pada saat yang bersamaan atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai detail yang sama, tetapi hubungan itu tidak harus logis. Misalnya, bayi yang diberi makan saus apel memakai sendok yang terlalu panas (karena disiram air panas) sehingga lidahnya menjadi sakit. Bayi itu menolak makan bukan karena rasa saus apel tetapi karena sendoknya panas. Parataksis ini dialami dan difikirkan, sehingga sering dilakukan orang dewasa. Misalnya, orang yang masuk ke ruangan yang ada banyak orang didalamnya yang sedang berbicara. Orang-orang itu tiba-tiba berhenti berbicara sesudah melihatnya, ini menimbulkan perasaaan bahwa mereka membicarakan dirinya.
-       Sintaksis (Syntaxis). Berfikir logik dan realistik, menggunakan lambang-lambang yang diterima bersama, khususnya bahasa - kata - bilangan. Ketika anak mulai belajar berbicara, mempelajari “kata” yang secara umum diterima sebagai wakil dari suatu peristiwa, saat itulah anak mulai berfikir sintaksis. Sintaksis menghasilkan hubungan logis antar pengalaman dan memungkinkan orang berkomunikasi satu dengan lainnya, melalui proses validasi konsensus (consensus validation); mencapai konsensus atau persetujuan dengan orang lain mengenai sesuatu dan kemudian meyakinkan kebenarannya melalui pengulangan pengalaman.
Tiga mode pengalaman kognitif itu terjadi sepanjang hayat. Normalnya, sintaksis mulai mendominasi sejak usia 4-10 tahun. Sullivan menekankan pentingnya tinjauan ke masa depan dalam fungsi kognitif. Manusia hidup di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan yang semuanya jelas relevan dalam menerangkan fikiran dan perbuatannya. Tinjauan ke masa depan yang semuanya jelas relevan dalam menerangkan fikiran dan perbuatannya. Tinjauan ke masa depan tergantung kepada ingatan orang kepada masa lampau dan interpretasinya terhadap masa sekarang.[5]
C.           Dinamika Kepribadian
Sullivan, sama seperti banyak teoretikus kepribadian lainnya, memandang kepribadian sebagai suatu sistem energi yang fungsi utamanya adalah melakukan aktivitas-aktivitas yang akan mereduksikan tegangan. Sullivan berkata bahwa tidak perlu menambah istilah “jiwa” baik pada kata energi maupun tegangan karena ia menggunakan kedua istilah tersebut dengan arti yang persis sama seperti yang digunakan dalam ilmu fisika.
Tegangan. Sullivan mulai dengan konsepsi umum tentang organisme, yakni suatu sistem tegangan yang secara teoritis dapat bervariasi antara batas pengendoran mutlak (absolute relaxation) atau euphoria (perasaan sangat bahagia dan gembira) sebagaimana Sullivan lebih suka menyebutnya, dan tegangan mutlak seperti halnya yang terjadi dalam perasaan takut yang luar biasa. Ada dua sumber tegangan, yaitu:
1.    Tegangan-tegangan yang disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan organisme;
2.    Tegangan-tegangan sebagai akibat dari kecemasan.
Kebutuhan-kebutuhan berkaitan dengan dengan syarat-syarat kehidupan yang sifatnya fisiokimiawi, seperti misalnya keadaan kekurangan makanan atau air, atau oksigen yang akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam tata organisme. Kebutuhan-kebutuhan dapat bersifat umum, seperti lapar, atau juga dapa secara lebih khusus berhubungan dengan suatu bagian tubuh seperti kebutuhan bayi untuk mengisap. Kebutuhan-kebutuhan itu tersusun secara hierarkis. Kebutuhan-kebutuhan yang berada ditingkat lebih rendah harus dipuaskan sebelum sampai kepada kebutuhan-kebutuhan yang berada pada tingkat yang lebih tinggi. Salah satu akibat dari reduksi kebutuhan adalah pengalama kepuasan.  “tegangan-tegangan dapat dianggap sebagai kebutuhan untuk mentransformasikan energi khusus yang akan menghilangkan tegangan, seringkali disertai dengan perubahan keadaan ‘jiwa’, yakni perubahan kesadaran, yang dapat kita sebut dengan menggunakan istilah umum, yakni kepuasan”.  Akibat khas karena kegagalan yang berkepanjangan dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan adalah suatu perasaan apati yang menimbulkan peredaan tegangan-tegangan secara umum.
Kecemasan adalah penghayatan tegangan akibat adanya ancaman-ancaman nyata atau luarnya dibayangkan terhadap keamanan seseorang. Kecemasan yang hebat mereduksikan efisiensi individu-individu dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, mengganggu hubungan-hubungan antarpribadi, mengacaukan pikiran. Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan efektivitas dari operasi-operasi keamanan yang dimiliki seseorang. Kecemasan berat sama seperti hantaman pada kepala; tidak menyampaikan informasi apa-apa pada orang yang bersangkutan, sebaliknya menimbulkan kekacauan luarbiasa dan bahkan amnesia. Bentuk-bentuk kecemasan yang lebih ringan dapat bersifat informatif. Pada kenyataannya, Sullivan yakin bahwa kecemasan merupakan kekuatan edukatif pertama yang luarbiasa dalam kehidupan. Kecemasan ditransmisikan kepada bayi oleh “ibunya” dimana sang ibu sendiri menyatakan kecemasan itu lewat pandangan, nada suara, dan tingkah lakunya secara keseluruhan. Sullivan mengakui bahwa ia tidak mengetahui bagaimana terjadinya transmisi ini, mungkin oleh semacam proses empati yang tak diketahui sifatnya. Sebagai akibat dari kecemasan yang ditransmisikan oleh ibu ini, benda-benda lain yang ada disekitarnya juga menjadi mencemaskan beroperasinya cara parataksik yang menghubungkan pengalaman-pengalaman yang berdekatan. Puting susu ibu, misalnya, berubah menjadi puting susu yang buruk yang menyebabkan bayi melakukan reaksi-reaksi menghindar. Bayi belajar menghindari aktivitas-aktivitas atau benda-benda yang menambah kecemasan. Apabila bayi tidak dapat melepaskan diri dari kecemasan, maka ia selalu ingin tidur. Dinamisme melepaskan diri dengan cara mengantuk ini, seperti dikatakan sullivan, merupakan pasangan apati, yakni dinamisme yang disebabkan karena kebutuhan-kebutuhan tidak dipuaskan. Sesungguhnya, kedua dinamisme ini tidak dapat dibedakan dengan jelas. Sullivan mengatakan bahwa salah satu tugas utama psikologi adalah menemukan kerawanan-kerawanan dasar bagi kecemasan dalam hubungan-hubungan antarpribadi dan bukan berusaha menangani simtom-simtom yang disebabkan oleh kecemasan.[6]
Adapula penjelasan 2 sumber tegangan menurut buku Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, 2006) :
1.             Kebutuhan (needs). Kebutuhan yang pertama muncul adalah tegangan yang timbul akibat ketidak seimbangan biologis dalam diri individu. Kebutuhan ini dipuaskan dengan mengembalikan keseimbangan. Kepuasannya bersifat episodik, sesudah memperoleh kepuasan tegangan akan menurun/hilang, namun setelah lewat beberapa waktu akan muncul kembali. Kebutuhan yang muncul kemudian berhubungan dari hubungan interpersonal. Kebutuhan interpersonal yang terpenting adalah Kelembutan kasih sayang (tenderness). Kelembutan kasih sayang adalah kebutuhan yang umum bagi setiap orang seperti halnya kebutuhan oksigen, makan, dan air. Kebalikannya adalah kebutuhan khusus yang muncul dari bagian tubuh tertentu (oleh Freud disebut “erogenic zone”). Kebutuhan biologis juga dapat dipuaskan melalui transformasi energi yakni; kegiatan fisik-tingkahlaku, atau kegiatan mental mengamati, mengingat dan berpikir. Memuaskan kebutuhan dapat menghilangkan tension, sedangkan kegagalan memuaskan need yang berkepanjangan bisa menimbulkan keadaan apathy (kelesuan), yaitu bentuk penundaan kebutuhan untuk meredakan ketegangan secara umum.
2.       Kecemasan (anxiety). Menurut Sullivan, kecemasan merupakan pengaruh pendidikan terbesar sepanjang hayat, disalurkan mula-mula oleh pelaku keibuan kepada bayinya. Jika ibu mengalami kecemasan, akan dinyatakan pada wajah, irama kata, dan tingkahlakunya. Proses ini oleh Sullivan dinamakan empati. Biasanya bayi menangani kecemasannya dengan operasi keamanan, bisa pertahanan tidur atau somnolent detachment (bayi menolak berhubungan dengan pemicu kecemasan dengan cara tidur), menyesuaikan tingkahlakunya dengan kemauan dan tuntutan orang tua, dan atau dengan memilih mana yang harus tidak diperhatikan (selective inattention)─menolak menyadari stimulus yang mengganggu. Tension karena kecemasan ini unik, berbeda dengan tension lain dalam hal kecenderungannya untuk bertahan tetap dalam kecemasan dengan segala kerusakan yang diakibatkannya. Kalau tegangan lain menghasilkan tingkahlaku untuk mengatasinya, kecemasan justru menghasilkan tingkahlaku yang menghambat agar orang tidak belajar dari kesalahannya, terus-menerus menginginkan rasa aman yang kekanak-kanakan, dan membuat orang tidak belajar dari pengalamannya sendiri[7].
Transformasi Energi. Energi ditransformasikan dengan melakukan pekerjaan. Pekerja bisa berupa kegiatan-kegiatan yang melibatkan otot-otot badan atau berupa kegiatan-kegiatan mental, seperti persepsi, ingatan, berpikir. Kegiatan-kegiatan yang terbuka ataupun yang sembunyi ini bertujuan untuk mengurangi tegangan. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya ditentukan oleh masyarakat dimana orang dibesarkan. “apa yang dapat ditemukan oleh setiap ornag dari meneliti masa lampaunya adalah bahwa pola-pola tegangan dan transformasi-transformasi energi yang membentuk kehidupannya merupakan bahan-bahan pendidikan yang sungguh-sungguh mengagumkan untuk mempersiapkan hidup dalam suatu masyarakat tertentu.
Sullivan tidak yakin bahwa insting-insting merupakan sumber-sumber penting dari motivasi manusia, juga ia tidak menerima teori libido freud. Seorang individu belajar bertingkah laku dengan cara tertentu sebagai akibat dari interaksi dengan orang-orang, dan bukan karena ia memiliki imperatif-imperatif bawaan untuk melakukan jenis-jenis tingkah laku tertentu.[8]

D.           PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Sullivan membagi usia manusia menjadi tujuh tahap perkembangan, masing-masing mempunyai sumbangan penting dalam bentuk kepribadian. Di setiap tahap perkembangan orang menghadapi masalah hubungan interpersonal yang berbeda-beda, sehingga bentuk bahaya yang berasal dari hubungan interpersonal itu juga berbeda-beda.
Perubahan kepribadian dapat terjadi kapan saja, tetapi yang paling sering terjadi pada masa transisi dari tahap satu ke tahap berikutnya. Garis batas antar tahap itu ditunjuk karena secara umum pada saat itu terjadi perubahan kepribadian yang signifikan, sehingga dalam kenyataan lebih penting daripada tahap itu sendiri. Pengalaman disosiasi dan inatensi selektif yang terjadi sepanjang periode tertentu, pada periode transisi mungkin masuk ke dalam sistem self, dan siap mempengaruhi perkembangan pada periode berikutnya. Paparan rinci dari setiap tahap perkembangan,  akan diringkas dalam tabel berikut.
Periode
Orang Penting
Proses Interpersonal
Pencapaian Utama
Perkembangan Negatif
Invancy
0 – 1;5
Lahir-berbicara
Pemeran keibuan
Kelembutan kasih sayang
Awal mengorganisasi pengalaman, belajar memuaskan beberapa kebutuhan diri.
Rasa aman beroperasi melalui apathy dan somnolent detachment.
Childhood
1;5 – 4;0
Berbicara-hubungan sebaya
Orang tua
Melindungi rasa aman melalui imaji teman sebaya
Belajar melalui identifikasi dengan orang tua; belajar sublimasi mengganti suatu kepuasan dengan kepuasan yang lain.

Performansi as if; rasionalisasi prokupasi transformasi jahat.
Juvenil
4;0 – 8/10
Hubungan sebaya-Chum
Teman bermain seusia
Orientasi menuju kehidupan sebaya
Belajar bekerja sama dan bersaing dengan orang lain, belajar berurusan dengan figur otoritas.
Stereotip
Ostrasisme
Disparajemen
Pra-Adolesen
8/10 – 12
Chum-Pubertas awal
Chum tunggal
Intimasi
Belajar mencintai orang lain seperti atau melebihi mencintai diri sendiri.
Loneliness
Adolesen awal
12 – 16
Pubertas-Seks mantap
Chum jamak
Intimasi dan nafsu seks ke orang yang berbeda
Integrasi kebutuhan intimasi dengan kepuasan seksual.
Pola tingkah laku seksual yang tidak terpuaskan.
Adolesen akhir
16 – 20
Seks mantap
Tanggung jawab sosial
Kekasih
Menggabung intimasi dengan nafsu
Integrasi ke dalam masyarakat dewasa, self-respect
Personifikasi yang tidak tepat
Keterbatasan hidup
Maturity
20>


Konsolidasi pencapaian setiap tahap sebelumnya


Berikut adalah penjelasannya :
1.      Bayi (Infancy); Lahir – Bisa Berbicara (0 – 18 bulan)
Perkembangan pada masa bayi sangat kompleks. Berikut enam ciri penting perkembangan menurut Sullivan :
ü  Timbulnya dinamisme apati, pertahanan tidur, disosiasi dan inatensi.
ü  Peralihan dan prototaxis ke parataxis.
ü  Organisasi personifikasi-personifikasi, baik personifikasi ibu maupun personifikasi diri.
ü  Organisasi pengalaman melalui belajar dan munculnya dasar-dasar sistem-diri.
ü  Diferensiasi tubuh bayi sendiri, mengenal dan memanipulasi tubuh.
ü  Belajar bahasa, dimulai dengan bahasa autisme.
ü  Belajar melakukan gerakan yang terkoordinasi, melibatkan mata, tangan, mulut, telinga serta organ tubuh lainnya
2.      Anak (Childhood); Bisa Mengucap Kata – Butuh Kawan Bermain (1;5 – 4 tahun)
Tahap anak dimulai dengan perkembangan bicara dan belajar berpikir sintaksis, serta perluasan kebutuhan untuk bergaul dengan kelompok sebaya.
Anak mulai belajar menyembunyikan aspek tingkah laku yang diyakininya dapat menimbulkan kecemasan atau hukuman. Misalnya, mereke belajar melakukan rasionalisasi (memberi alasan palsu) mengenai segala hal yang sudah mereka kerjakan atau sedang mereka rencanakan. Mereka memiliki tampilan seolah-olah (as if performance) yakni:
ü  Dramatisasi (dramatization): permainan peran seolah-olah dewasa, belajar mengidentifikasikan diri dengan orang tuanya, bagaimana bertingkah laku yang dapat diterima.
ü  Bergaya sibuk (preoccupation): anak belajar konsentrasi pada satu kegiatan yang membuat mereka bisa menghindari sesuatu yang menekan dirinya.
ü  Transformasi jahat (malevolent transformation): perasaan bahwa dirinya hidup ditengah-tengah musuh, sehingga hidupnya penuh rasa kecurigaan dan ketidakpercayaan bahkan sampai tingkah laku yang paranoid.
ü  Sublimasi tak sadar (unwitting sublimation): mengganti sesuatu atau aktivitas tak sadar yang dapat menimbulkan kecemasan dengan aktivitas yang dapat diterima secara sosial.
Masa anak ditandai dengan emosi yang mulai timbal balik, anak disamping menerima juga bisa memberi kasih sayang. Hubungannya dengan ibu menjadi lebih pribadi dan tidak lagi searah. Masa anak juga ditandai dengan akulturasi yang cepat. Disamping menguasai bahasa, anak belajar pola kultural dalam kebersihan, latihan toilet, kebiasaan makan dan harapan peran seksual.
3.      Remaja Awal (Juvenile); Usia Sekolah – Berkeinginan Bergaul Intim (4 – 10 tahun)
Perkembangan penting dalam tahap ini adalah loncatan sosial kedepan, anak belajar kompetisi, kompromi, kerja sama dan memahami makna perasaan kelompok. Mereka mendapat pengalaman dengan otoritas di luar rumah. Tahap ini juga ditandai dengan munculnya konsepsi tentang orientasi hidup, suatu rumusan atau wawasan tentang:
ü  Kecenderungan atau kebutuhan untuk berintegrasi yang biasanya memberi ciri pada hubungan antar pribadinya.
ü  Keadaan-keadaan yang cocok untuk pemuasan kebutuhan dan relatif bebas dari kecemasan.
ü  Tujuan-tujuan jangka panjang yang untuk mencapainya orang perlu menangguhkan kesempatan-kesempatan menikmati kepuasan jangka pendek.
Perkembangan negatif yang penting pada tahap ini adalah belajar stereotip, ostrasisme dan disparajemen (stereotype, ostracism dan disparagement):
ü  Prasangka atau stereotip adalah meniru atau memakai personifikasi mengenai orang atau kelompok orang yang yang diturunkan antar generasi.
ü  Pengasingan atau ostrasisme adalah pengalaman anak diisolasi secara paksa, dikeluarkan/diasingkan dari kelompok sebaya karena perbedaan sifat individual dengan kelompok.
ü  Penghinaan atau disparajemen, berarti meremehkan atau menjatuhkan orang lain, yang akan berrpengaruh merusak hubungan interpersonal pada usia dewasa.
4.      Preadolesen (preadolescence); Mulai Bergaul Akrab – Pubertas (8/10 – 12 tahun)
Preadolesen ditandai oleh awal kemampuan bergaul akrab dengan orang lain bercirikan persamaan yang nyata dan saling memperhatikan. Mereka membutuhkan Chum (Chum): teman akrab dari jenis kelamin yang sama, teman yang dapat menjadi tempat mencurahkan isi hati, dan bersama-sama mencoba memahami dan memecahkan masalah hidup.
Tahap preadolesen ditandai oleh beberapa fenomena berikut:
ü  Orang tua masih penting, tetapi mereka dinilai secara lebih realistik.
ü  Mengalami cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, dan belum dirumitkan oleh nafsu seks.
ü  Terlibat dalam kerja sama untuk kebahagiaan bersama, tidak mementingkan diri sendiri.
ü  Kolaborasi Chum, jika dipelajari dalam tahap ini, akan membuat perkembangan kepribadian berikutnya akan terhambat.
ü  Hubungan chum dapat mengatasi/menghilangkan pengaruh buruk simptom salah suai yang diperoleh dari perkembangan tahap sebelumnya.
5.      Adolesen Awal (Early Adolescence); Pubertas – Pola Aktivitas Seksual yang Mantap (12-16 tahun)
Pada tahap ini pola aktivitas seksual yang memuaskan seharusnya sudah dapat dimiliki. Banyak problem yang muncul pada periode ini merefleksikan konflik antar tiga kebutuhan dasar: Keamanan (bebas dari kecemasan), keintiman (pergaulan akrab dengan seks lain) dan kepuasan seksual.
Kepuasan seksual bertentangan dengan operasi keamanan, karena aktivitas genital pada usia ini terlarang pada banyak budaya sehingga menimbulkan perasaan berdosa, malu dan cemas. Keintiman bertentangan dengan keamanan, karena mengubah keintiman dari sesama jenis menjadi keintiman dengan jenis kelamin pasangan akan menimbulkan perasaan takut, ragu-ragu dan kehilangan harga diri yang semuanya akan meningkatkan kecemasan. Keintiman bertentangan dengan kepuasan seksual, mereka kesulitan mengkombinasikan intimasi dengan kepuasan seksual untuk diarahkan kepada satu orang paling tidak karena empat alasan:
ü  Banyak adolesen yang melakukan sublimasi terhadap dorongan genitalnya, untuk mencegah penggabungan dorongan seks dengan keintiman.
ü  Dorongan genital yang sangat kuat dapat dipuaskan melalui masturbasi atau hubungan sekd tanpa keintiman. Adolesen awal tidak mempunyai alasan yang mendesak untuk menggabung dorongan seks dengan intimasi.
ü  Masyarakat membagi objek seksual menjadi dua, “baik” dan “buruk”, sedang remaja selalu memandang “baik”.
ü  Alasan kultural, orang tua, guru dan otoritas lainnya melarang keintiman dengan seks yang sama karena takut menjadi homoseksualitas, tetapi mereka juga melarang intimasi dengan jenis kelamin yang berlainan karena takut dengan penyakit menular seksual, kehamilan dan kawin dini.
Sullivan berpendapat bahwa adolesen awal adalah titik balik dalam perkembangan kepribadian. Orang harus dapat mengatasi kebutuhan intimasi dan dorongan seksual tanpa terganggu rasa amannya. Kalau itu tidak dapat dilakukan, dia akan menghadapi kesulitan serius pada tahap perkembangan berikutnya. Walaupun penyesuaian seksual merupakan bagian yang penting dari perkembangan kepribadian, sullivan merasa bahwa masalah utamanya adalah bergaul bersama dengan orang lain.
6.      Adolesen Akhir (Late Adolescense); Kemantapan Seks – Tanggung Jawab Sosial (16 – awal 20an)
Periode ini berakhir sampai pemuda mengenal kepuasan dan tanggung jawab dari kehidupan sosial dan warga negara dewasa. Selama periode ini, pengalaman semakin banyak terjadi pada tingkat berpikir sintaksis. Apakah orang bekerja atau melanjutkan kuliah, mereka harus memperluas pemahamannya mengenai sikap hidup orang lain, pemahamannya mengenai tingkat saling ketergantungan dalam hidup, dan cara menangani berbagai jenis masalah interpersonal. Tahap ini ditandai dengan pemantapan hubungan cinta dengan satu pasangan. Namun menurut Sullivan perkembangan luar biasa tinggi dalam hubungan cinta dengan orang lain bukan tujuan utama kehidupan, tetapi sekedar sumber utama kepuasan hidup.
Pencapaian akhir periode ini adalah self-respect, yang menjadi syarat untuk menghargai orang lain. Menurut Sullivan, umumnya orang menghina atau menjatuhkan orang lain, karena orang itu mempunyai kualitas yang mencemaskan atau memalukan diri sendiri. Jadi, kalau oramg dapat menghargai diri sendiri, dia akan menghargai orang lain.
7.      Kemasakan (Maturity)
Setiap prestasi penting tahap yang terdahulu akan menjadi bagian penting dari kepribadian masak. Jadi dewasa yang masak hendaknya hendaknya sudah belajar memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang penting; bekerjasama dan berkompetensi dengan orang lain, mempertahankan hubungan dengan orang lain yang memberi kepuasan intimasi dan seksual; dan berfungsi secara efektif di masyarakat dimana dia berada. Menurut Sullivan, di antara pencapaian-pencapaian itu, intimasi yang paling penting.












[1] Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 269-271
[2] Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 273-274
[3] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, 2006), h. 176
[4] Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 277-278
[5] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, 2006), h. 179-181
[6] Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 280-282
[7] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press (UPT. Penerbitan Universitas Muhamadiyah Malang, 2006), h. 182-184
[8] Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Psikologi Kepribadian 1 Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 282